Monday, January 19, 2009

Bersakit-Sakit Dahulu Bersenang-Senang Kemudian

Prinsip bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian ini banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari manusia, itu sama dengan berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Sama halnya waktu muda bekerja keras, tua tinggal menikmati hasilnya. Begitu juga dengan membesarkan, mendidik anak dengan susah payah yang jika dilakukan dengan benar, maka kalau besar nanti, anak tersebut akan menjadi anak yang saleh dan berguna.

Melalui artikel ini, saya ingin berbagi kesusahan (pasti tak ada yang mau baca). Tapi tunggu dulu,


Berbicara mengenai susah senang, dan beban hidup, saat ini saya tidak merasakan sesuatu yang berat untuk saya jalani dalam hidup ini. Beberapa waktu lalu, saya ke sana ke mari mencari perkerjaan namun tak ada lowongan untuk saya, tak ada yang sesuai dengan disiplin ilmu saya, tak ada yang sesuai dengan titel saya, dan yang paling menyedihkan, tak ada skill yang benar-benar bisa diandalkan untuk sebuah perusahaan. Itu semua tidak saya anggap beban hidup yang begitu berat, karena saya punya prinsip. Tuhan akan selalu menyayangi saya. Tuhan tak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang tak bisa dipikulnya.

Seingat saya, Saat-saat terberat dalam hidup saya ada tiga. Yang pertama, ketika saya masih kuliah, saya dikirimi surat dari kakak saya bahwa keluarga tak mampu lagi membiayai kuliah saya dan saya disuruh pulang kampung menjadi petani. Saat kedua yang terberat, yaitu kira-kira tahun 2003, ketika kakak saya sebagai satu-satunya tulang punggung dalam keluarga jatuh sakit dan perlu dampingan. Waktu itu, saya bekerja di sebuah perusahaan riset marketing. Saya minta izin untuk cuti, tapi oleh seseorang yang ingin menjatuhkan saya mengatakan kepada manager saya bahwa saya tak mau lagi ke kantor, padahal kebetulan waktu itu saya dicalonkan untuk mengikuti workshop di Jakarta untuk kenaikan posisi. Sementara orang itu, yang merupakan salah seorang team leader saya mengatakan pada saya bahwa perusahaan mengalami kekacauan keuangan dan mungkin akan bubar. Saya seakan-akan diberitahu "Tak usah lagi ke kantor". Sayapun kehilangan pekerjaan.
Saat ketiga paling berat, sewaktu istri saya mengalami masa-masa kritis menjelang melahirkan putri pertama saya, hingga anak saya di hari ke tujuh pusatnya mengalami pembusukan (bernanah), masa-masa kurang tidur, bahagia dan cemas bercampur baur.
Itulah tiga masa-masa paling berat yang pernah saya alami dalam hidup ini.

Setiap kali saya menghadapi sesuatu yang susah sekali untuk dijalani dan bahkan sampai makan hati, saya hanya tabah menjalaninya. Saya tidak akan stop. Pantang menyerah. Saya teringat pesan supervisor saya ketika saya masih kerja di marketing riset, door to door untuk interview, di Makassar ini kebanyakan kami tidak diterima dengan baik oleh responden, bahkan sering kami ditutupkan pintu atau diberi kata-kata yang tidak menyenangkan. Supervisor saya bilang, jangan diambil hati, anggap saja mereka itu sapi. Maksudnya, anggap saja kata-kata itu keluar bukan dari mulut manusia. Yang jelas, apapun yang kita hadapi, hadapi dengan sabar, dan tekun. Saya yakin kita akan melewati semuanya.

Kalau kita sudah melewati masa-masa sulit itu, maka prinsip bersusah dahulu bersenang-senang kemudian akan kita rasakan. Siapa pun yang melewati rasa sulit ibaratnya memikul beban berat tiba-tiba ada kendaraan yang mengangkutnya. Kalau saya melewati masa-masa sulit itu, saya selalu bersyukur pada Tuhan, dan semakin mendekatkan diri saya kepada-Nya, karena semua itu kita lewati atas kehendak-Nya.

Yang bisa membuat saya bertahan ketika mengalami kesulitan, yaitu karena saya yakin itulah jalan yang digariskan Tuhan buatku, yang harus saya tempuh, harus saya lewati. Itu adalah kenyataan hidup. Kita tak bisa lari dari kenyataan. Kesusahan merupakan batu ujian bagi kita. Nabi-nabi saja kan mengalami kesusahan. Dunia ini adalah tempatnya kesusahan. Siapa yang tidak mau susah, tidak usah tinggal di dunia ini. He2x...
Apabila kita tabah menjalani segala kesusahan dan kesulitan hidup di dunia, maka kesenangan akan menanti kita di akhirat kelak.

Semoga opini ini dapat menjadi spirit bagi kita semua.

(Artikel ini dibuat sesuai dengan program Spirit Campaign yang pernah disiarkan di CVC)

2 comments:

Itulah hidup yang selalu membutuhkan pengorbanan dan salah satu yang bisa membuat hidup berseni karena adanya liku-liku hidup. Jadi tanpa liku-liku hidup, hidup kita tidak berseni. Terakhir, Ininnawa sabbarak e, lolongeng gare deceng, tau sabbarak e.

Anonymous: Thanks advisenya. Sayang tidak menyertakan nama ya