Wednesday, June 03, 2009

Antara Manohara dan Prita Mulyasari




Manohara Odelia Pinot telah membumbung naik ke angkasa, namanya meroket, dan berkibar di dunia maya. Perbincangan di internet tentang Manohara dengan masalah keluarganya ramai diperbincangkan, tak hanya itu, bloggerpun ramai menulis artikel tentangnya dan mengikuti perkembangan beritanya. Seorang model yang telah menjadi tenar sejak pernikahannya dengan Tengku Temenggong Muhammad Fakhry Petra. Apalagi, sejak adanya masalah keluarga. Masuk ke dalam keluarga kerajaan, apalagi menikah antar negara yang berasal dari dua kultur yang berbeda kerap kali menimbulkan banyak masalah. Perlakuan terhadap Manohara mengundang banyak simpatisan dari negeri ini, tapi, bagi saya, bagaimanapun, itu merupakan masalah keluarga. Tak perlu terlalu jauh mengurusi rumah tangga orang. Mari kembali sejenak menengok teman kita yang besok akan diadili

Mari kita baca sejenak artikel di bawah ini:

'Bebaskan Prita' Gencar di Facebook
detikcom
detikcom - Selasa, Juni 2

Obrolan hangat di kalangan 'aktivis' milis atau pun blogger saat ini adalah Prita Mulyasari. Ibu dua anak yang masih kecil-kecil itu ditahan di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mei lalu dengan tuduhan pencemaran nama baik RS Omni International Tangerang lewat internet.


Penahanan Prita yang diadili 4 Juni mendatang itu dinilai berlebihan. Alhasil, 'penggiat' internet pun ramai-ramai membelanya, termasuk lewat Facebook.

Support itu bertajuk "DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI INTERNET YANG DIPENJARA". Hingga pukul 11.30 WIB, Selasa (2/6/2009) grup ini telah memiliki 5.910 member. (Sampai detik ini sudah 65,300 member) Grup ini menargetkan mengumpulkan 7.500 member.

Aspirasi kelompok perjuangan ini adalah 'Bebaskan Ibu Prita Mulyasari Dari Penjara dan Segala Tuntutan Hukum' dengan 3 poin:

1. Cabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat

2. Keluhan/curhat ibu Prita Mulyasari thd RS Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE

3. Keluhan/curhat Ibu Prita Mulyasari dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4. RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan/curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis2

Kisah tragis Prita ini dimulai ketika Prita menulis keluhannya lewat email ke sejumlah rekannya pada medio Agustus 2008 setelah komplainnya kepada pihak RS tidak mendapat respons memuaskan. Isinya kekesalan Prita pada pelayanan RS Omni yang telah dianggapnya telah membohonginya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Prita juga menyesalkan sulitnya mendapatkan hasil lab medis.

Tak dinyana, tulisan Prita menyebar ke berbagai milis. Pihak RS Omni telah menjawab tulisan Prita lewat milis dan memasang iklan di media cetak. Tak cukup itu, RS itu juga memperkarakan Prita ke pengadilan. Prita dijerat dengan UU Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman maksimal 6 tahun atau denda Rp 1 miliar.
Sumber: Yahoo.
Sumber foto: Facebook (Prita) dan Jepun131(Manohara)

Kebenaran harus diungkapkan walaupun itu pahit, dan walaupun kebenaran itu akan memenjarakanmu"

Mari, teman-teman blogger dan netter, mendukung Prita Mulyasari agar dibebaskan dari segala tuntutan. Kunjungi Facebook.

UPDATE 9 JUNI 2009:

Kasus mirip Prita Mulyasari terjadi pada Khoe Seng Seng. Bila Prita menulis dalam email, Khoe menulis di surat pembaca sebuah koran nasional. Khoe kini menghadapi tuntutan pidana 1 tahun penjara.

"Dia bersama Winny dilaporkan pengembang ITC Mangga Dua PT Duta Pertiwi ke Mabes Polri pada November 2006 lalu, karena menulis surat pembaca di Kompas dan Suara Pembaruan," kata Kepala Divisi Litigasi LBH Pers, Sholeh Ali, saat dihubungi melalui telepon, Senin (8/6/2009).

Khoe juga telah kalah di perdata dan mesti membayar denda Rp 1 miliar dalam putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sedang sidang pidana dia masih diadili di PN Jakarta Timur dan akan kembali disidangkan pada 17 Juni dengan agenda pembacaan pledoi.

"Jadi dia dulu membeli ruko di Mangga Dua, yang dikelola PT Duta pertiwi, tapi ternyata kios yang dia beli itu tanah milik pemda dan tanah itu statusnya hanya hak pengelolaan lahan (HPL) bukan hak milik," jelas Sholeh.

Lalu surat pembaca Khoe dimuat di 26 September 2006 di Kompas dan pada 21 November 2006 di Suara Pembaruan.

"Dia merasa dirugikan karena statusnya hanya HPL, artinya kalau dijual lebih murah. Ini tidak sesuai dengan perjanjian semula. Dia sudah meminta surat penjelasan tapi tidak diindahkan, kemudian sempat diancam-ancam dan akhirnya membuat surat pembaca," jelasnya.

Namun yang aneh, lanjut Sholeh yang juga masuk dalam tim advokasi bagi Khoe Seng Seng dan Winny, kasus seperti ini ditangani Mabes Polri dan kasusnya juga dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Kedua terdakwa itu diancam pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, pasal yang juga dijeratkan pada Prita. "Masa kasus seperti ini ditangani Mabes Polri. Apalagi saat sidang korban (pengembang) tidak pernah dihadirkan jaksa, hanya saksi saja," tambahnya.

Sumber: http://id.news.yahoo.com/dtik/20090608/tpl-mirip-prita-khoe-seng-seng-terancam-51911aa.html

5 comments:

mampir brkunjung mas..
blognya mas bagus.

hem... rajin jg y mas ngiktin prkembang brita

Defrianto Chaniago: Thanks kunjungannya. Bukan rajin. Kebetulan di Blog MMC kan ada Media Directory, jadi kalau mau baca berita dari seluruh dunia, berkunjung aja ke perpustakaan mini kami itu.

entar aq akan brkunjung ksana mas..

Defchania: Terima kasih mau berkunjung