Saturday, November 20, 2010

Makna Idul Adha: Ujian, Pengorbanan, dan Cinta

Walaupun Idul Adha telah berlalu beberapa hari yang lalu, namun maknanya jangan sampai lekang dari hati. Mari kita simak kembali Makna hari raya Idul Adha oleh IRIB:
Matahari 10 Dzulhijjah telah terbit, Idul Qurban pun tiba. Kini dengan suka cita, hati para pecinta Allah menyambut kedatangan hari mulia itu. Seruan takbir dan tahmid berkumandang ke seluruh penjuru dunia. Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah hari rayamu dengan seruan takbir”.

Jiwa manusia punya kemampuan untuk ditarik sedemikian rupa hingga mencapai ufuk spiritual yang tinggi. Ibadah adalah sarana yang mampu meningkatkan kualitas jiwa. Ibadah mampu menyampaikan manusia meraih nilai-nilai spiritual yang tinggi serta membebaskannya dari dinding kehidupan yang sempit. Jiwa manusia dapat terbang mencapai langit spiritual. Orang-orang mukmin punya keyakinan yang dalam tentang hal ini bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan dan mereka akan dapat memanfaatkan segala kebaikan itu dengan melaksanakan ibadah. Oleh karenanya, manusia harus memahami dengan benar rahasia dan manfaat yang tersimpan dalam ibadah.

Seumur hidupnya manusia hanya diwajibkan melaksanakan haji sekali saja. Namun demikian, perjalanan ini punya peran penting dalam membangun dan meninggikan jiwa manusia. Kewajiban haji sungguh menakjubkan manusia yang memikirkannya. Karena disamping ibadah ini membutuhkan gerak dan latihan pikiran, ternyata juga menuntut kesehatan jasmani yang cukup. Di balik bayang-bayang ibadah haji manusia dapat mengenal lebih jauh akan filsafat penciptaan dan rahasia ibadah.

Di hari kesepuluh dari bulan Dzulhijjah, manasik haji memasuki tahapan paling penting dan menentukan. Masanya dimulai ketika seseorang mulai melakukan lempar jumrah dan kemudian berkurban. Bila hal ini dilakukannya, orang tersebut telah melaksanakan dengan sempurna manasik hajinya dan diberi gelar haji.

Para peziarah Ka'bah setelah wukuf di Arafah dan Masy'ar tiba di kota Mina. Di daerah Mina, para jemaah haji yang telah mengumpulkan batu-batu kerikil di malam Idul Adha melempar tiang yang menjadi simbol setan. Dengan perbuatan ini mereka sebenarnya telah mengikrarkan diri akan menjauhi segala bentuk setan yang berusaha mencegah manusia mencapai ketinggian. Melempar jumrah dilakukan beberapa kali mulai dari hari kesepuluh hingga kedua belas.

Setelah melaksanakan amal ini, para jemaah haji kembali berniat untuk melakukan kurban. Berkorban di hari Idul Adha sejatinya simbol pengorbanan di jalan Allah dan tanda kepasrahan di hadapan kehendak Allah. Di hari Idul Adha, manusia memahami hakikat ini dan sekalipun terjerat dalam kesulitan kehidupan sehari-hari, ia kini telah menghias dirinya dengan sifat dan kesempurnaan. Begitu indahnya bila manusia dapat menepis keinginan hati demi menyenangkan Sang Pencipta. Ini amal yang diteladankan oleh manusia-manusia besar seperti Ibrahim dan Ismail AS.

Nabi Ibrahim as setelah berusia lanjut akhirnya juga dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ismail. Ketika Ismail memasuki usia remaja, Nabi Ibrahim as bermimpi mendapat perintah dari Allah untuk mengorbankan anaknya Ismail. Nabi Ibrahim memahami betul bahwa perintah ini harus dilaksanakan dan dengan demikian untuk kesekian kalinya ia diuji oleh Allah. Perintah ini ternyata terulang beberapa kali dalam mimpinya. Hal ini membuat muncul kegelisahan tersendiri dalam diri Nabi Ibrahim as. Hal ini dikarenakan ia sangat mencintai anaknya Ismail.

Betapa tidak, Nabi Ibrahim telah menanti sekian lama kelahiran anaknya. Namun setelah lahir, ia diperintah untuk mengorbankannya. Sebuah perintah yang benar-benar sulit. Namun Nabi Ibrahim harus menentukan sikapnya. Akhirnya ia menceritakan segalanya kepada anaknya Ismail. Setelah mendengar seluruh cerita dari ayahnya, Ismail dengan gagah berani malah meminta kepada ayahnya untuk pasrah dan melaksanakan perintah tersebut. Dalam Al-Quran surat As-Shaffat ayat 102 disebutkan, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Mendengar itu Nabi Ibrahim semakin mantap untuk melakukan perintah Allah.

Nabi Ibrahim dengan pancaran mata penuh makna dan malakuti berdiri tepat di hadapan Ismail yang tengah terbaring. Benar, Ismail terbaring pasrah menatap ayahnya. Nabi Ibrahim mulai meletakkan pisau yang tajam di atas leher anaknya. Saat ditekan ternyata pisau itu tidak mampu melukai leher Ismail. Hal ini dilakukan beberapa kali tapi tidak membuahkan hasil. Ibrahim terpana dan akhirnya menarik napas panjang. Karena ternyata iradah Allah menghendaki yang lain. Namun di saat itu sebenarnya ayah dan anak ini telah menjadi pemenang ujian besar.

Allah mengirimkan sebuah domba kepada Nabi Ibrahim as untuk dikorbankan sebagai pengganti Ismail. Dengan demikian,

Nabi Ibrahim dan Ismail telah berhasil mementaskan peran kepasrahan dan pengorbanan di hadapan kehendak
Allah dengan sangat indahnya. Demi memperingati kisah penuh teladan ini Allah mewajibkan setiap jemaah haji untuk berkorban di Mina demi kesempurnaan haji mereka. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail as sejatinya kisah terbangnya manusia melewat tahapan-tahapan kesempurnaan dan bebas dari kungkungan materi. Kejadian luar biasa ini mengajarkan manusia akan adanya kekuatan luar biasa kehendak manusia.

Saat ini para jemaah haji berada di atas bumi, tempat di mana telapak kaki sang hero dalam cerita ini pernah di letakkan di sana. Para jemaah haji harus berpikir siapa yang menjadi Ismail mereka dan faktor apa yang membuat mereka terhenti dalam kehidupan. Dengan pemikiran seperti ini setiap orang harus berusaha untuk membebaskan dirinya dari segala kebergantungan terhadap harta dan jabatan. Mana dari semua ini yang menjegal geraknya menuju kesempurnaan? Benar bahwa rantai yang mencegah manusia manusia meraih kesempurnaan sangat beragam.

Setiap orang dengan segala kendala yang dimilikinya harus berusaha menengadahkan wajahnya kepada Allah dan meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya. Namun perlu diketahui bahwa demi mencapai kesempurnaan setiap manusia harus waspada, menghitung amal perbuatannya dan mencari tahu kelemahannya. Rahasia kejayaan manusia besar sepanjang sejarah seperti Nabi Ibrahim dan Ismail kembali pada upaya mereka untuk mengosongkan hatinya dari selain Allah agar dapat sampai kepada-Nya dengan
hati yang suci.

Idul Adha sejatinya adalah hari besar untuk membersihkan hati. Hari besar ini mengingatkan satu hal bahwa kegembiraan hakiki ada pada saat manusia menjalankan perintah Allah dan menemukan dirinya dekat dengan-Nya. Dalam budaya Islam, hari raya punya makna khusus dan itu adalah kegembiraan setelah berhasil melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keburukan.

Dalam budaya Islam, manusia diciptakan dengan serangkaian tanggung jawab. Oleh karenanya, setiap kali ia berusaha di jalan yang direlai Allah dan menjauhi segala keburukan, hari itu disebut hari raya. Dengan kata lain, ied atau hari raya itu bermakna manusia senantiasa berubah dan baru. Perubahan ini dapat dilakukan hanya di balik bayang-bayang hubungan kontinyu dengan Allah. Idul Adha juga menjadi hari raya saat para jemaah haji telah melalui sejumlah tahapan ibadah haji. Idul Adha menjadi
pengawas akan keberhasilan manusia dalam mengalahkan keinginan-keinginan dirinya.

Menghancurkan keinginan-keinginan dalam diri manusia dilakukan secara simbolis dengan melakukan korban. Allah dalam ayat ke-37 surat Haji mengingatkan, jangan membayangkan darah dan daging hewan-hewan ini akan sampai kepada Allah tapi yang mendapat perhatian Allah adalah ketakwaan kalian. Allah menginginkan kalian melewati tahapan-tahapan takwa agar mencapai puncak kesempurnaan dan lebih dekat kepada-Nya. Allah menginginkan agar daging hewan yang dikorbankan dibagi-bagikan kepada
orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Sekaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Allah menjadikan hari Idul Adha dan korban agar orang-orang miskin dapat mengenyangkan perutnya darinya."

Setelah berkorban dan melaksanakan shalat Idul Adha, para jemaah haji mulai berbondong-bondong menuju Mekah untuk melakukan tawaf. Ka'bah yang menjadi pusat perhatian bak magnet kembali menarik para pecinta Allah untuk mengelilinginya. Dalam kondisi yang demikian, hati mereka yang melakukan tawaf dipenuhi rasa cinta, semangat dan keimanan. Karena kehidupan mereka telah beralih menjadi satu hal yang baru. Mereka begitu gembira hadir di sebuah tempat suci dan melakukan ibadah haji.

Semoga bermanfaat bagi kita sekalian, dan selamat hari raya Idul Adha 1431 H semoga amal ibadah qurban kita diterima di sisi-Nya. Amin.