Minyak Gosok cap Tawon Asli

Minyak Gosok Cap Tawon adalah produk obat-obatan yang wajib dimiliki oleh keluarga. Minyak Gosok cap Tawon diproduksi oleh PT. Tawon Jaya Makassar sejak tahun 1912 di Makassar.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, January 26, 2009

Pendidikan: Program Makan di Sekolah TK dan SD

Sebenarnya artikel ini sudah lama saya simpan. Artikel ini saya tulis terinspirasi dari programa Radio Jepang mengenai program makan di sekolah.
Saya tidak tahu dari mana sebenarnya ide mengenai program makan di sekolah ini muncul pertama kali. Apakah di Jepang atau dimana, karena di Indonesia, program makan di sekolah ini juga ada.
Pertama kali saya mengenal program makan di sekolah ketika saya duduk di bangku Sekolah Dasar, program itu sudah saya ketahui, cuma mungkin tujuan pemberian makan itu bagi setiap sekolah dan negara mungkin berbeda-beda. Waktu masih SD dulu, kami masing-masing bawa makanan dan makan makanan sendiri saya tidak tahu persis apa tujuannya. Apakah syukuran setelah terima buku raport, atau untuk apa. Soalnya, bagaimana kalau orang tua murid kurang mampu?
Tentu hal ini kurang memberatkan, karena guru juga dibawakan makanan. Program makan di sekolah waktu itu dilakukan pada saat penerimaan buku laporan (rapor). Program makan seperti ini sampai sekarang masih dilakukan. Membawa makanan sendiri, makan bersama tapi makanan sendiri-sendiri dan juga membawakan guru makanan.

Program makan di sekolah yang tujuannya agak berbeda seperti ketika saya masih SD pertama kali saya temukan ketika saya mengadakan Kuliah Kerja Nyata di sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan (Kabupaten Jeneponto). Program makan ini diberikan pada anak SD kelas VI, kelas khusus untuk anak-anak yang berprestasi dari berbagai sekolah. Program makan tersebut dibiayai oleh pemerintah, bukan dibebankan pada orang tua anak. Tapi saya kira program makan di sekolah seperti ini sangat jarang dilakukan di Indonesia. Program makan di sekolah memang banyak dilakukan, tapi biayanya ditanggung oleh orang tua murid, bukan pemerintah.
Tujuan program makan di sekolah sebenarnya sangat baik, yaitu memperkenalkan pada anak-anak akan pentingnya makanan berizi, bukan pada nilai kelezatan dan kemewahannya. Pentingnya makanan bergizi pada anak-anak untuk pertumbuhan dan perkembangan otak mereka.

Dan, program makan di sekolah seperti ini juga masih saya temui sekarang. Kebetulan istri saya mengajar di Taman Kanak-Kanak. Setiap bulan ada program gizi untuk anak (dananya bukan dari pemerintah), dan sayapun kebagian jatahnya, karena setiap kali ada program gizi, selalu ada kelebihan makanan.

Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi masukan bagi dunia pendidikan, terutama di lingkungan sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Program makan di sekolah sangat baik apabila tujuannya bukan sekedar untuk menikmati lezat dan mewahnya makanan....? Dan juga program seperti ini sebaiknya mendapat subsidi dari pemerintah, bukan dari orang tua murid.

Monday, January 19, 2009

Bersakit-Sakit Dahulu Bersenang-Senang Kemudian

Prinsip bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian ini banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari manusia, itu sama dengan berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Sama halnya waktu muda bekerja keras, tua tinggal menikmati hasilnya. Begitu juga dengan membesarkan, mendidik anak dengan susah payah yang jika dilakukan dengan benar, maka kalau besar nanti, anak tersebut akan menjadi anak yang saleh dan berguna.

Melalui artikel ini, saya ingin berbagi kesusahan (pasti tak ada yang mau baca). Tapi tunggu dulu,


Berbicara mengenai susah senang, dan beban hidup, saat ini saya tidak merasakan sesuatu yang berat untuk saya jalani dalam hidup ini. Beberapa waktu lalu, saya ke sana ke mari mencari perkerjaan namun tak ada lowongan untuk saya, tak ada yang sesuai dengan disiplin ilmu saya, tak ada yang sesuai dengan titel saya, dan yang paling menyedihkan, tak ada skill yang benar-benar bisa diandalkan untuk sebuah perusahaan. Itu semua tidak saya anggap beban hidup yang begitu berat, karena saya punya prinsip. Tuhan akan selalu menyayangi saya. Tuhan tak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang tak bisa dipikulnya.

Seingat saya, Saat-saat terberat dalam hidup saya ada tiga. Yang pertama, ketika saya masih kuliah, saya dikirimi surat dari kakak saya bahwa keluarga tak mampu lagi membiayai kuliah saya dan saya disuruh pulang kampung menjadi petani. Saat kedua yang terberat, yaitu kira-kira tahun 2003, ketika kakak saya sebagai satu-satunya tulang punggung dalam keluarga jatuh sakit dan perlu dampingan. Waktu itu, saya bekerja di sebuah perusahaan riset marketing. Saya minta izin untuk cuti, tapi oleh seseorang yang ingin menjatuhkan saya mengatakan kepada manager saya bahwa saya tak mau lagi ke kantor, padahal kebetulan waktu itu saya dicalonkan untuk mengikuti workshop di Jakarta untuk kenaikan posisi. Sementara orang itu, yang merupakan salah seorang team leader saya mengatakan pada saya bahwa perusahaan mengalami kekacauan keuangan dan mungkin akan bubar. Saya seakan-akan diberitahu "Tak usah lagi ke kantor". Sayapun kehilangan pekerjaan.
Saat ketiga paling berat, sewaktu istri saya mengalami masa-masa kritis menjelang melahirkan putri pertama saya, hingga anak saya di hari ke tujuh pusatnya mengalami pembusukan (bernanah), masa-masa kurang tidur, bahagia dan cemas bercampur baur.
Itulah tiga masa-masa paling berat yang pernah saya alami dalam hidup ini.

Setiap kali saya menghadapi sesuatu yang susah sekali untuk dijalani dan bahkan sampai makan hati, saya hanya tabah menjalaninya. Saya tidak akan stop. Pantang menyerah. Saya teringat pesan supervisor saya ketika saya masih kerja di marketing riset, door to door untuk interview, di Makassar ini kebanyakan kami tidak diterima dengan baik oleh responden, bahkan sering kami ditutupkan pintu atau diberi kata-kata yang tidak menyenangkan. Supervisor saya bilang, jangan diambil hati, anggap saja mereka itu sapi. Maksudnya, anggap saja kata-kata itu keluar bukan dari mulut manusia. Yang jelas, apapun yang kita hadapi, hadapi dengan sabar, dan tekun. Saya yakin kita akan melewati semuanya.

Kalau kita sudah melewati masa-masa sulit itu, maka prinsip bersusah dahulu bersenang-senang kemudian akan kita rasakan. Siapa pun yang melewati rasa sulit ibaratnya memikul beban berat tiba-tiba ada kendaraan yang mengangkutnya. Kalau saya melewati masa-masa sulit itu, saya selalu bersyukur pada Tuhan, dan semakin mendekatkan diri saya kepada-Nya, karena semua itu kita lewati atas kehendak-Nya.

Yang bisa membuat saya bertahan ketika mengalami kesulitan, yaitu karena saya yakin itulah jalan yang digariskan Tuhan buatku, yang harus saya tempuh, harus saya lewati. Itu adalah kenyataan hidup. Kita tak bisa lari dari kenyataan. Kesusahan merupakan batu ujian bagi kita. Nabi-nabi saja kan mengalami kesusahan. Dunia ini adalah tempatnya kesusahan. Siapa yang tidak mau susah, tidak usah tinggal di dunia ini. He2x...
Apabila kita tabah menjalani segala kesusahan dan kesulitan hidup di dunia, maka kesenangan akan menanti kita di akhirat kelak.

Semoga opini ini dapat menjadi spirit bagi kita semua.

(Artikel ini dibuat sesuai dengan program Spirit Campaign yang pernah disiarkan di CVC)

Friday, January 09, 2009

Kekejaman Israel Terhadap Penduduk Sipil Palestina


(Sumber foto: detik.com)

(Sumber foto: kiri: rozy.web.id, kanan: media.farsnews.com)
Tadi siang, saya shalat Jumat di Mesjid Raya Makassar. Tidak seperti biasanya pada saat Shalat Jumat disertai dengan kunut. Itu biasa dilakukan jika terjadi musibah atau bencana.
Mungkin saya terlalu sibuk dengan dagangan sehingga jarang menyimak dengan baik berita di radio, apalagi menonton TV. Sebenarnya tiap hari internetan, tapi bukan mencari berita, tapi sekedar memantau blog, blog walking, buka email atau mencari artikel menarik. Tak pernah serius amat membaca berita.

Benar saja, musibah telah terjadi. Saudara-saudara kita

di Palestina dibantai oleh kaum Yahudi. Anak-anak, perempuan, orang tua jompo, tak pandang bulu. Serangan membabi buta yang menewaskan orang-orang tak berdosa. Manusia seperti binatang yang tidak punya perasaan.

Sudah 2 pekan lamanya (sebenarnya sudah puluh tahun, tapi mungkin ini yang sangat parah) masyarakat sipil Palestina dibantai, dengan alasan memusnahkan militan HAMAS (mengapa juga ya militan HAMAS tidak mau keluar semua dari persembunyiannya).

Ya, saya memang kurang tertarik dengan sejarah maupun berita politik, konflik, dan lain sebagainya. Tapi saya rasa, membunuh orang-orang tak berdosa betul-betul perbuatan keji. Apakah ini bukan namanya kejahatan perang?

Seperti yang pernah saya pelajari di bangku sekolah atau baca di buku, bahwa umat Muslim itu bersaudara. Ibarat anggota tubuh, jika satu sakit, yang lain ikut merasakan. Tapi, bagaimana kenyataannya? Sepertinya itu tidak berlaku saat sekarang ini. Buktinya, negara-negara Arab sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Berperang? Mungkin itu lebih baik bagi sebagian orang. Meskipun, peperangan, bagaimanapun bentuknya, tidak akan pernah menguntungkan kedua belah pihak. Yang menang jadi arang, kalah jadi abu. Peperangan pasti selalu akan mengorbankan jiwa tak berdosa.

Lalu, bagaimana menghadapi kaum Yahudi itu tanpa kontak fisik atau peperangan?

Untuk membantu saudara kita di Palestina, tanpa ikut berperang secara fisik pun bisa dilakukan. Kalau tidak bisa memberi bantuan dana, masih ada cara lain. Jika semua kaum Muslimin di dunia bersatu untuk meninggalkan produk buatan Yahudi, kembali ke produk lokal, maka perekonomian mereka akan lumpuh.

Saya tahu, banyak orang Muslim yang kaya tapi pelit. Nah, apa salahnya kita memakai produk lokal. Makanan lokal, minuman lokal, pakaian lokal, dan barang-barang lokal (meskipun katanya mutunya rendah), tapi upaya itu merupakan salah satu bentuk peperangan menghadapi kekejaman Zionis, selain memajukan perekonomian lokal.

Menjual atau membeli produk-produk Yahudi itu sama artinya membantu mereka dari segi perekonomian, sehingga mereka kaya dan mampu membeli senjata dan membantai saudara kita.

Ya, kalaupun susah untuk meninggalkan produk-produk Yahudi, jalan terpelit untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina, ialah berdoa, semoga mereka yang gugur menjadi syuhada, dan bagi mereka yang masih hidup diberikan "kekuatan" iman.

Kalaupun anda tidak mampu melakukan salah satunya, cukup tinggalkan pesan anda di blog ini. Bagaimana tanggapan anda terhadap serangan membabi buta ini?

Friday, January 02, 2009

Bersyukur

Apapun kondisi anda sekarang, sebaiknya disyukuri. Meskipun kita sudah berusaha sekuat tenaga membanting tulang, dan atau melamar pekerjaan sana sini, tapi hasilnya tetap tidak memuaskan (pasti tidak memuaskan kalau tidak disyukuri), maka tidak perlu bersusah hati. Bukankah Tuhan menciptakan manusia sudah ditentukan hidup, rejeki, jodoh, dan matinya. Bukankah begitu? Yang jelas,
kalau kita sudah berusaha, serahkan semuanya pada Tuhan Maha Kuasa, Maha Menentukan.

Walaupun saya tidak diterima jadi PNS atau mendapatkan pekerjaan kantoran, saya sangat bersyukur karena Tuhan telah memberi saya jalan untuk merasa bahagia. Walaupun kita memperoleh pekerjaan yang bagus dan terhormat, harta yang melimpah, namun jika kita tidak pernah bersyukur, maka kita tidak akan pernah merasakan kesenangan hati. Perasaan akan selalu sumpek, sesak, dan seperti penuh beban.
Walaupun sebagian keluarga saya memandang rendah saya, mungkin karena pekerjaan yang tak punya kantor, hanya jual-jualan membantu mertua, kalaupun keluar rumah bawa tas dan alat tulis, itu cuma pergi kantor pos.
Sebagian besar keluarga istri saya memang cukup terpandang, rata-rata bersuami atau beristri yang punya pekerjaan kantor atau kalau tidak Pegawai Negeri (PNS), sementara istri saya bersuami orang yang tidak punya pekerjaan tetap, tak ada penghasilan tetap, tak ada asuransi kesehatan jika masuk rumah sakit, tak ada gaji pensiunan, dan tak ada santunan jika meninggal dunia.
Saya bisa memaklumi istri saya dan juga sedikit kasihan. Bagaimana tidak, almarhum mertua laki-laki saya dulu cukup terpandang di mata keluarga, karena bekerja di atase haji di Jeddah sana dan punya banyak uang, sementara sekarang, tak ada lagi yang bisa dipandang (apalagi saya), tak ada lagi uang buat shoping, dll. Mendapatkan honor dari radio internasional, punya website/blog meskipun belum bisa menghasilkan uang seperti blogger full time, semua itu dianggap tidak ada karena tidak nyata. Kalau saya ceritakan itu ke keluarga paling cuma ditertawakan.
Meskipun demikian, saya selalu merasa bersyukur. Kalaupun tak ada rejeki bekerja kantoran, mungkin suatu saat ada pintu rejeki yang terkuak lebar.

Pak Paul mengatakan bahwa Memang keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan, namun kadang-kadang kesengsaraan pun bisa menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.